BANJARMASIN – Puncak peringatan hari jadi kota ke-495 kemarin (24/9) ditandai dengan ziarah ke Makam Sultan Suriansyah di Jalan Kuin Utara. Tahun ini ada yang istimewa.

Untuk pertama kalinya, lukisan hitam putih yang memuat sosok sang Raja Banjar dipamerkan kepada publik.
Dalam potret tersebut, tampak pria berlaung (penutup kepala khas Banjar), alis matanya tebal dan sorot matanya meneduhkan.

Ketua Yayasan Restu Sultan Suriansyah, Syarifuddin Nur menuturkan, lukisan itu sebelumnya disimpan museum di kompleks makam. Tapi tak pernah ditunjukkan ke pengunjung museum.

Memang bukan betul-betul lukisan jadi, hanya berupa sketsa yang mulai terlihat kurang jelas. Perkiraan pelukis dari sosok Sultan Suriansyah.

Nur menuturkan, sketsa itu diberikan warga Kapuas, Kalteng. Sekitar 15 tahun silam. “Ketika ditanyakan ke orang alim dan ahli waris, dikatakan itu memang beliau (Sultan Suriansyah),” jelasnya.

Ketika perbaikan museum dimulai dua bulan lalu, sketsa itu diamankan di kediaman zuriah. Nur kemudian dihubungi seorang ajudan pengusaha asal Banjar yang sukses dan tinggal di Jakarta.

Si pengusaha berniat mengumpulkan foto tokoh dan ulama asal tanah Banjar dari arsip yang penggambarannya kurang jelas. Terlebih karena faktor usia atau penyimpanan yang kurang bagus.

Tujuannya untuk dicetak atau dilukis ulang. “Konon, setiap ada yang bertamu ke rumah si pengusaha, selalu dikasih dan dikenalkan, ini lho tokoh-tokoh di tanah Banjar,” tuturnya.

Nur sudah pasti tertarik. Ia kemudian menyerahkan duplikat sketsa tersebut secara langsung. Ia yakin, barang sepenting itu tak boleh dipaketkan lewat jasa kurir.

“Kami bertemu pada 6 Juni lalu di Jakarta. Sketsa lalu dibawanya ke kawasan Bogor. Di situ ada pelukis khusus yang juga ahli ilmu kebatinan,” tambahnya.

Entah dari mana, si pelukis mengaku mendapat bisikan. Agar lukisan selesai tepat di hari ketujuh. Setelah rampung, lukisan itu difoto. Foto itulah yang kemudian dicetak dan dipamerkan kemarin.

Sisi lain, melihat kondisi museum sekarang, tampak banyak perbaikan. Dari halaman, hingga bangunan luar dan dalam.

Perbaikan didanai yayasan. Sempat serba salah, dibiarkan bakal semakin rusak. Diperbaiki terbentur aturan cagar budaya.

Setelah berembuk, diputuskan bahwa museum harus direnovasi. Dikerjakan dua bulan, menghabiskan sekitar Rp130 juta.

"Kami tidak tahu ke depannya. Tapi kalau ada bantuan dari pemerintah, alhamdulillah,” serunya.

Perbaikan paling mencolok tampak pada pintu utama museum. Dari kayu jati, penuh ukiran ornamen flora.
Menurut Nur, ukiran serupa khas dari era Kesultanan Mataram. Ketika dipesan, si pemahat diminta memadukan gaya ukiran khas Banjar.

“Karena Kesultanan Banjar juga erat kaitannya dengan Kesultanan Mataram. Jadi ukiran di kayu jati itu sebagai upaya mengenang masa lalu,” tutupnya.

Lantas, bagaimana tanggapan Wali Kota Banjarmasin, Ibnu terkait perbaikan museum? Dia mengapresiasinya.
Apalagi museum tampak lebih bersih. Barang-barang yang dipamerkan juga tertata lebih rapi. Baginya, renovasi itu justru memuliakan pendiri kota ini.

“Saya berharap museum ini bisa berbicara mengenai sejarah kota," ujarnya didampingi wakilnya Arifin Noor.

“Tinggal bagaimana masyarakat membantu menjaga dan memelihara museum ini. Agar bisa dinikmati generasi mendatang,” pungkasnya. (war/fud/ema)