BANJARBARU - Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota terus bersinergi memperkuat penanganan kekerdilan (stunting) pada anak balita, melalui program terpadu konkret. Karena hingga kini kasus stunting di Banua masih tinggi.
Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, Roy Rizali Anwar mengatakan, meski di era pandemi Covid-19, Pemprov Kalsel bersama kabupaten/kota tetap memprioritaskan sektor strategis di bidang kesehatan. Salah satunya upaya penurunan angka stunting.
"Pencegahan stunting penting dilakukan sedini mungkin, untuk membebaskan setiap anak dari risiko terhambatnya perkembangan otak yang menyebabkan tingkat kecerdasan anak tidak maksimal," ucap Roy.
Stunting sendiri merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita), akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (hpk).
Roy menjelaskan, angka prevalensi stunting nasional berdasarkan Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada 2019 sebesar 27,7 persen. Sedangkan angka di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 31,75 persen.
Kemudian, data terakhir berdasarkan elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat pada 2020 sebesar 12,2 persen. Masih sedikit di atas rata-rata nasional, yaitu 11,6 persen.
"Sedangkan berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi stunting nasional 30,8 persen dan Kalimantan Selatan 33, 08 persen," ujar Roy.
Prevalensi stunting Kalimantan Selatan mengalami penurunan jika dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2013, yaitu 44,3 persen. Atau turun 11 persen, dengan rata-rata penurunan 2 persen per tahun.
Kalimantan Selatan mempunyai kebijakan dan strategi dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), angka kematian bayi/balita dan gizi buruk, melalui deklarasi Loksado dan komitmen bersama kepala daerah se-Kalimantan Selatan.
Beberapa upaya yang sedang dikerjakan dalam penanganan stunting di Kalimantan Selatan, antara lain melakukan monev surveilans gizi melalui aplikasi EPPGBM setiap triwulan.
Program tersebut, untuk mengetahui secara langsung hasil entry pengukuran berat badan, panjang badan/tinggi badan balita melalui pengukuran di tingkat posyandu.
Selanjutnya, melakukan monev evaluasi kinerja kabupaten/kota oleh tim kp2s provinsi, menindak lanjuti tahapan-tahapan aksi integrasi konvergensi yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Lalu, meningkatkan kapasitas petugas di tingkat puskesmas dan jajarannya, untuk optimalisasi pelaksanaan surveilans gizi, pemantapan kinerja KP2S kabupaten/kota.
Kepala Dinas Kesehatan Kalsel M Muslim juga menegaskan, segala daya dan upaya terus dilakukan pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota untuk menekan angka stunting di Banua. “Kita bersinergi dengan semua sektor di bawah komando Sekda Provinsi," tegasnya.
Dalam penanganan stunting, dia menyebut peran sektor kesehatan hanya 30 persen. Sementara 70 persennya melibatkan sektor lain. Seperti Dinas PUPR, Dinas Kehutanan, Dinas PMD, Dinas Pendidikan serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak. "Jadi stunting harus dikeroyok bersama,” sebutnya.
Penyebab utama stunting beber Muslim adalah persoalan gizi. Karena itulah persoalan gizi ini yang menjadi perhatian utama pemerintah. “Kita terus pantau persoalan gizi mulai remaja kemudian bereproduksi, kehamilan, melahirkan sampai 2 tahun usia anak, kita fokus sampai 1000 hari pasca melahirkan,” tukasnya. (ris/by/ran)
Kasus Stunting di Kalsel Masih Tinggi
