BANJARMASIN - Dana desa yang disalurkan pemerintah pusat ke Kalsel tahun ini nilainya sebesar Rp1,5 triliun. Namun, hingga Oktober tadi, baru terserap sebesar Rp1,2 triliun. Kabupaten Kotabaru terdata paling lamban menyerap. Persentasenya di bawah 60 persen, atau baru 57,79 persen.
Kotabaru sendiri mendapat pagu sebesar Rp170.648.341.000 untuk 198 desa. Namun, yang baru terealisasi sebesar Rp98.617.777.398. “Kondisi geografis salah satu faktor realisasi lamban,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kalsel, Zulkifli kemarin.
Dari 11 kabupaten, hanya Kotabaru yang baru terealisasi di bawah 60 persen. 10 kabupaten lain rata-rata sudah menyerap 70-90 persen. Paling tinggi adalah Kabupaten Hulu Sungai Utara, realisasinya mencapai 98,46 persen atau sebesar Rp169.741.796.014, dari pagu sebesar Rp172.389.277.000 untuk 214 desa.
Realisasi tinggi disusul Tanah Bumbu dengan realisasinya mencapai 92,32 persen atau sebesar Rp113.362.518.944, dari pagu, Rp122.791.351.000 untuk 144 desa. “Faktor masih rendah realisasi selain kendala geografis wilayah desa, juga disebabkan perubahan kebijakan di tingkat kabupaten,” terang Zul.
Dipaparkannya, dari data Kementerian Keuangan yang didapatnya, realisasi belanja dana desa di Kalsel periode Januari sampai 29 Oktober tadi termasuk yang rendah. Berada diurutan 28. Bahkan realisasinya berada di bawah rata-rata nasional. Relisasi belanja dana desa Kalsel persentasenya sebesar 40,20 persen. Sementara rata-rata nasional persentasenya sebesar 45,62 persen.
Jumlah desa di Kalsel sendiri sebanyak 1.864. Untuk penyaluran dana desa melalui BLT desa, reealisasinya sebesar Rp465.311.100.000. Sedangkan non BLT desa realisasinya sebesar Rp713.620.410.280. Sementara penyaluran 8 persen untuk penanganan Covid-19 realisasinya sebesar Rp59.471.473.120. “Total realisasi dana desa di Kalsel mencapai Rp1.238.402.983.400,” sebut Zul.
Kementerian keuangan merinci kendalanya, seperti ketentuan terkait penyaluran dana desa tahun 2021 yang cukup dinamis. Selain itu ada kendala lain seperti KPM yang meninggal dunia atau KPM yang sudah tidak layak menerima BLT, diputuskan dalam Musdessus. Namun proses Musdessus memerlukan waktu yang lama.
Kendala lain, adanya pergantian (mutasi) pegawai yang menangani penyaluran Dana Desa di Pemda. Faktor komitmen kepala daerah juga disorot. Bupati sibuk atau sering tidak ada ditempat sementara mereka tidak menunjuk pejabat yang dapat melakukan penandatanganan surat pengantar dokumen penyaluran dana desa.
Kemeneterian juga menyebut, kendala lain adalah terjadi penyimpangan atau kasus hukum oleh Kepala Desa dan terdapat desa inaktif-- seperti di Wonorejo, Kabupaten Balangan-- yang sampai saat ini masih masuk dalam daftar Desa yang masih memperoleh alokasi Dana Desa. Desa tersebut saat ini dalam proses penggabungan dengan Desa Sumber Rezeki. (mof/by/ran)