BARABAI-Siti Zulfah Mahasiswa Program Studi Pendidikan IPS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dia satu-satunya mahasiswa dari Banjarmasin yang mengikuti program pertukaran pelajar ke Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Zulfah --sapaan akrabnya—mendapat kesempatan untuk belajar di UGM dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Gadis kelahiran 22 Agustus 2002 ini diterima di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Program pertukaran pelajar ini sudah dimulai sejak 16 Agustus dan berakhir 15 Desember 2021.
Karena masih pandemi, perkuliahan dilakukan secara daring. Sedangkan mata kuliah yang di ambil Zulfah di UGM yakni Sejarah Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR), Analisis Tata Kelola CSR, dan Pembangunan Perbandingan Masyarakat, ada juga mata kuliah Pengantar Museologi.
“Mata kuliah yang saya ambil di UGM sendiri lebih menjurus ke CSR. Saya diajarkan bagaimana proses suatu perusahaan memiliki tata kelola yang baik dan berdampak baik pula terhadap masyarakat yang ada disekitarnya,” jelasnya, Rabu (1/12).
Semua pembelajaran mata kuliah ini dilakukan secara daring. Namun ada satu mata kuliah yang diwajibkan oleh Dikti (Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi) untuk belajar luring yakni mata kuliah Modul Nusantara.
“Mata kuliah ini sangat menyenangkan karena bisa mengenal sejarah dan budaya lokal di Daerah Istimewa Yogyakarta,” kata gadis asal Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Setelah hampir empat bulan mengikuti program MBKM, pengetahuannya tentang Yogyakarta lebih berkesan. Pengalamannya mengunjungi museum letusan Gunung Merapi tahun 2010 silam tak akan pernah terlupakan. “Musibah yang menewaskan 353 jiwa itu sebagai tanda dahsyatnya musibah ini,” ceritanya.
Zulfah juga mengunjungi Candi Prambanan di Jalan Raya Solo - Yogyakarta No.16, Kranggan, Bokoharjo, Kec. Prambanan, Kabupaten Sleman. Bukan sekadar wisata sejarah, namun dia dapat pembelajaran dari pertunjukan legenda Roro Jonggrang yang ditampilkan di candi itu.
“Tak hanya ke Candi Prambanan, saya juga ke Museum Sonobudoyo, Museum Ullen Sentalu, Candi Ratu Boko, dan Keraton Yogyakarta, dan berwisata kuliner,” kata anak pertama dari dua bersaudara tersebut. Nantinya Zulfah akan membuat laporan setelah kunjungan ke tempat tersebut sebagai output dari mata kuliah Modul Nusantara ini.
Belajar di kampus terbaik di Indonesia membuat Zulfah merasa sedikit minder. Bagi Zulfa kampus UGM tempat dimana mahasiswanya terkenal berprestasi. Dia juga sangat merasakan iklim pembelajaran yang berbeda dengan kampus di Banjarmasin.
Zulfah merasakan ambis mahasiswa di UGM dalam pelajaran sangat terasa. “Wajarlah ya, Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pelajar,” ungkap mahasiswa yang memperoleh KIP (Kartu Indonesia Pintar) Kuliah ini.
Tapi Zulfa senang, hampir lima bulan berada di Yogyakarta. Penduduk di kota ini yang dia temui semua ramah dan baik hati. “Mereka juga sangat senang dgn kehadiran kami yang dari berbagai universitas se-Indonesia untuk melaksanakan pertukaran mahasiswa di kampus mereka,” bebernya.
Berada di Yogyakarta selama empat bulan, bagaimana biaya untuk hidup di sana? Karena Zulfah terdaftar sebagai mahasiswa penerima Kartu Pelajar Indonesia (KIP) Kuliah maka dia tidak mendapatkan biaya hidup efektif 4 bulan sebesar Rp 700.000 per bulan.
Yang menerima biaya hidup hanya mahasiswa yang tidak terdaftar KIP K. Jadi selama berada di Yogyakarta bisa dibilang Zulfa banyak pakai uang dari KIP K khususnya untuk makan, kuota dan akomodasi dalam kota. Uang ini didapat tiap satu semester. Tapi diberikan tidak di awal semester melainkan pertengahan semester. Untuk penginapan gratis karena dia berada di asrama.
“Sedangkan untuk tiket pesawat pergi pulang ditanggung pemerintah. Pada saat baru sampai di Yogyakarta itu, ada dikasih uang kedatangan juga Rp 600 ribu untuk 4 bulan,” jelasnya
Belum lagi biaya tes polymerase chain reaction (PCR). Pemerintah hanya mengganti biayanya sebesar Rp 250 ribu. Padahal waktu itu biaya PCR sebesar Rp 500 ribu. “Ya jadi nombok sendiri,” gerutunya.
Apa perbedaannya mahasiswa yang menerima KIP K dengan yang tidak menerima KIP K? Melansir dari laman resmi Kampus Merdeka Kemendikbud Ristek, mahasiswa non KIP K berhak mendapat insentif biaya hidup Rp 700 ribu per bulan, kemudian bantuan biaya akomodasi kegiatan Rp 500 ribu per mahasiswa per bulan.
Terakhir bantuan untuk mahasiswa sebesar Rp 800 ribu selama satu semester, dengan catatan akan diberikan jika bantuan kebijakan kuota internet Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tidak diberikan.
Sekretaris Program Studi Pendidikan IPS FKIP ULM Jumriani mengatakan program studi terus melakukan pendampingan kepada mahasiswa yang mengikuti program MBKM pertukaran pelajar. Dari awal mendaftar hingga program ini selesai. Misalnya dalam memilih mata kuliah yang ada di tiap universitas.
Hal ini bertujuan agar nantinya matakuliah yang diambil tidak sia-sia, sehingga SKS nya bisa diklaim pihak program studi IPS. Kemudian sampai tahap pelaksanaan pembelajaran ada monitoring dari program studi. Kemudian ada tahap evaluasi dan penilaian.
Program studi IPS juga akan menindaklanjuti hasil dari pertukaran mahasiswa. Para mahasiswa yang telah menyelesaikan program pertukaran pelajar akan menjadi pioner sekaligus mentor bagi mahasiswa yang nantinya mendapat kesempatan yang sama.
Tak hanya itu, hasil belajar di universitas lain akan diadopsi menjadi kegiatan yang bisa diimplementasikan di dalam program studi. “Pada dasarnya seorang mahasiswa ketika mendapat pengetahuan, implikasinya bagaimana pengetahuan itu bisa diterapkan.
Lebih jauh lagi implementasi MBKM di Program Studi IPS akan dikembangkan. Tak hanya pertukaran pelajar. Namun ada pertukaran dosen antar Universitas Lambung Mangkurat dan Universitas Negeri Jakarta. (mal)