BANJARBARU - Amburadulnya pengerjaan proyek rehabilitasi ruas jalan di Liang Anggang-Bati-bati mendapat sorotan keras dari Ketua Ikatan Pensiunan Pekerjaan Umum (IPPU) Kalsel, Martinus.
Menurutnya, metode pengerjaan yang digunakan kontraktor pelaksana keliru. Sebab, dari awal kontraktor sudah menutup kedua akses jalan tersebut. Hasilnya parah: jalan hancur karena progres pengerjaan dan pengendara susah lewat.
"Seharusnya tidak boleh menutup jalan, karena ruas ini dilewati dan trafficnya pun tinggi karena jalan lintas daerah. Harusnya sebelah-sebelah dulu, apalagi pas musim hujan begini," kritik mantan Kepala Dinas PUPR Provinsi Kalsel ini.
Ditutupnya jalan dan diarahkan ke jalur alternatif lain ujar Martinus juga berisiko. Sebab, jalur alternatif belum tentu mampu menahan beban traffic yang tinggi.
"Jalan yang lain itu belum tentu kemampuannya sama dengan jalan nasional, khususnya dikemampuan menerima beban atau bobot yang lewat. Bahayanya, bisa jadi jalan alternatifnya malah rusak," sorotnya.
Selain itu, ia juga menyoroti bahwa kemungkinan besar ada kesalahan pada metode pelaksanaannya. Yang mana salah satunya kata Martinus yakni di bagian kiri kanan jalan tak dibuatkan lubang atau jalur air.
"Ini harusnya bisa diprediksi bahwa pengerjaan akan dilakukan di musim penghujan. Nah lubang atau jalur air di kiri kanan itu sangat penting agar air tidak mengendap. Yang saya lihat kiri kanannya malah ditutup," nilainya.
Pengerjaan jalan ini ujar Martinus sebenarnya juga memang berisiko sejak awal. Karena menurut pengalamannya, pihak yang terlibat sebagai kontraktor pelaksana ini tergolong punya catatan yang kurang baik.
Saat menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Provinsi Kalsel lalu, kontraktor yang sama juga jadi sorotan. Saat itu ada keterlambatan pengerjaan jalan di wilayah Hulu Sungai Selatan.
"Ini kan pihaknya atau orangnya sama. Dulu sewaktu di Kandangan ketika pengerjaan jalan Lingkar Kandangan juga jadi catatan. Selain itu, pengerjaan jalan Mataraman Sungai Ulin juga lambat, nah harusnya kan ini jadi pertimbangan untuk memilih kontraktor pelaksananya," bebernya
Dengan metode yang keliru seperti di ruas Liang Anggang-Bati-bati, kerugian yang ditanggung tak ternilai. Tak hanya sosial ekonomi warga yang terdampak, juga percepatan penanganan banjir di kawasan itu.
"Kalau saya lihat jika masih bersikeras dengan metode yang ada ini tak akan terkejar akhir tahun ini, karena itu belum pengaspalan. Nah semakin lama atau molor kan yang terdampak warga disana," katanya.
Ia sendiri mendorong agar pihak Balai Jalan maupun Pemerintah Provinsi untuk melalukan evaluasi tegas. Setidaknya mempertimbangkan kembali kontraktor yang punya track record kurang baik dalam pengerjaan infrastruktur.
"Memang secara aturan masih bisa pengerjaan di masa denda, tapi kalau tidak ada progres yang signifikan saya pikir bisa saja diputus dan dibuka lelang lagi untuk merampungkan sisa pengerjaannya," pungkasnya.
Balai Pelaksana Jalan Nasional Wilayah XI Banjarmasin sendiri mengklaim sudah memanggil kontraktor proyek untuk mempercepat pekerjaan. Kedua kontraktor itu adalah PT Anugerah Karya Agra Sentosa (AKAS) dan PT Nugroho Lestari. Dari informasi yang didapat, dua perusahaan ini kabarnya dimiliki oleh dua bersaudara.
Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional Wilayah XI Banjarmasin, Syauqi Kamal mengaku heran kenapa kedua kontraktor ini yang menang. Namun dia mengatakan prosedur lelang untuk pekerjaan infrastruktur nasional dilakukan secara terbuka. "Pemenang lelang kan siapa yang memenuhi syarat dan menawar terendah,” kata Syauqi kemarin.
Meski berasal dari Jawa Timur, dia mengatakan kontraktor ini memiliki alat pencampur aspal sendiri. “Saya dengar-dengar AMP (asphalt mixing plant) mereka di Palangkaraya, Kalteng,” terangnya.
Seperti diketahui, persyaratan kualifikasi administrasi yang harus dipenuhi oleh kontraktor untuk mengikuti lelang adalah, memiliki Izin Usaha Jasa Konstruksi IUJK yang masih berlaku dan dalam hal IUJK diterbitkan oleh lembaga online single submission OSS, IUJK badan usaha pun harus sudah berlaku efektif pada saat rapat persiapan.
Selain itu, calon kontraktor juga harus memiliki Sertifikat Badan Usaha SBU dengan Kualifikasi Usaha Menengah, serta disyaratkan sub bidang klasifikasi layanan jasa pelaksana jalan raya. Syarat lain yang harus dipenuhi calon penyedia jasa adalah, mereka juga harus memiliki tanda daftar perusahan atau nomor induk berusaha dan memilili NPWP.
Syarat lain, penyedia jasa juga harus mempunyai atau menguasai tempat usaha/kantor dengan alamat yang benar, tetap dan jelas berupa milik sendiri atau sewa. Penyedia jasa juga tidak masuk dalam daftar hitam.
Sementara untuk syarat kualifikasi teknis, penyedia jasa harus memiliki pengalaman pekerjaan paling kurang satu pekerjaan konstruksi dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta termasuk pengalaman subkontrak.
Untuk diketahui, berdasarkan data dari LPSE Kementerian PUPR, di paket seksi I, PT AKAS berhasil mengalahkan 98 peserta lelang lain dengan nilai penawaran sebesar Rp41,7 miliar dari pagu Rp55,8 miliar. Sementara, di lelang paket seksi II, PT Nugroho Lestari yang menawar sebesar Rp32.905.352.598,71 dari pagu Rp44.016.861.000, berhasil mengalahkan sebanyak 112 penyedia jasa lain yang juga melakukan penawaran.
Padahal di penawaran lain, ada perusahaan yang menawar lebih rendah. Namun, ditengarai karena syarat yang tak terpenuhi, penawar terendah ini harus gigit jari.
Dua kontraktor ini sendiri siap-siap bekerja di masa denda. Peluang untuk menyelesaikan pekerjaan ini sampai akhir tahun ini dinilai berat. Bekerja di masa denda tentu saja mereka harus menyiapkan pembayaran uang penalti.
Dalam aturan, sanksi mengenai denda keterlambatan proyek per hari diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Di Pasal 120 Perpres itu mengatur, penyedia barang/jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam kontrak, dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu per seribu/permil) dari harga kontrak atau bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan dan tidak melampaui besarnya jaminan pelaksanaan. Jika mengacu aturan itu, dua kontraktor ini akan membayar uang denda sekitar Rp74 juta per hari. (rvn/mof/by/ran)