SDN 3 Sungai Buluh sekolah terpencil di tengah rawa. Siswa pergi sekolah menggunakan perahu bahkan ember untuk mengapung ke sekolah. Selasa (29/3) jam menunjukkan pukul 08.00 Wita, sinar matahari cukup menyengat. Bunyi mesin kelotok saut menyaut, menandakan aktivitas di sungai sedang ramai. Penulis menaiki salah satu kelotok di sana, ukurannya sekitar 7 x 1 meter. Sempit hanya muat empat orang. Duduk pun harus bersila.
Sekolah ini terletak di Kampung Awang Landas RT 9, Kecamatan Labuan Amas Utara, Hulu Sungai Tengah (HST). Perlu waktu 30-35 menit dari dermaga menuju sekolah. Sepanjang perjalanan, pemandangan rawa dan hamparan rumput liar menghiasi. Rute menuju sekolah banyak rintangan tanaman liar.
Karena kelotok kecil, penumpang harus jaga keseimbangan. Tidak terlalu banyak bergerak jika tidak ingin perahu terbalik. Perjalanan ini cukup menantang dan menakutkan. Tak ada permukiman padat, di Kampung Awang Landas, rumah warga berjarak cukup jauh.
SDN 3 Sungai Buluh merupakan lembaga formal satu-satunya di sana. Memiliki 25 siswa, enam guru dan satu kepala sekolah. Meski demikan, potret bangunan sekolah jauh dari kata layak. Ada empat bangunan terbagi dari kelas dan kantor guru.
Namun di sebagian kelas, serat-serat plafon rusak bergelantungan. Lantai sekolah berlubang sangat lapuk. Bahkan, penulis sempat terperosok saat berjalan di dalam kelas.
Tak hanya itu, kursi dan meja juga berhamburan. Semua bangunan masih dari kayu, bahkan ada sisi ruangan yang tidak memiliki dinding. Atapnya terlihat renta, sangat mengkhawatirkan. Ironi sekali di tengah zaman yang sudah modern ini masih ada sekolah yang sangat tertingal. Ketinggalan dalam pembangunan infrastruktur, akan berdampak pada pembangunan sumber daya manusia. Warga pun merasa diabaikan seperti tidak dimiliki. Menjadi pertanyaan besar, seberapa peduli Pemerintah HST terhadap nasib pendidikan warganya?
Warga setempat, Ahmadi (38) mengatakan sekolah ini sudah ada sejak tahun 90 an. Kebetulan dia juga alumnus sekolah tersebut. Sekolah ini juga sudah beberapa kali mendapat renovasi. Namun dia menyayangkan setiap perbaikan tidak menggunakan bahan yang kokoh.
“Ada bangunan yang baru dibuat. Tapi bahannya tidak 100 persen kayu ulin. Jadi mudah lapuk karena terendam air,” sebutnya. Dia juga khawatir salah satu atap plafon di sana bisa runtuh sewaktu-waktu. Sebab, kondisinya sudah tidak layak. “Takutnya pas anak-anak lagi belajar, ada angin kencang lalu jatuh plafonnya,” ujarnnya.
Dia berharap bangunan sekolah ini segera diperbaiki. Sebab, Ahmadi tak ingin menyekolahkan anaknya ke luar dari kampung. Jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh. Dia juga khawatir dengan keselamatan anaknya jika harus mengendarai perahu sendirian.
“Tidak mungkin saya melepas anak pergi sekolah keluar sendiri. Saya kalau pagi kerja, tidak bisa mengantar jauh. Di rumah perahu cuma ada satu,” bebernya.
Selain itu sekolah ini satu-satunya tempat yang mudah diakses. “Ya minta diperbaiki supaya layak. Masyarakat hanya bisa berharap. Pemerintah mengabulkan,” selorohnya.
Kondisi sekolah diperparah karena selalu terendam. Sebagian ruangan sudah terendam sejak bulan November 2021 hingga sekarang. Diperkirakan air rawa akan kering ketika memasuki bulan Juli hingga awal November 2022. “Sekolah lebih banyak terendam ketimbang kering,” pungkasnya.
Pembakal Desa Sungai Buluh, Suriani mengatakan perbaikan sekolah ini harus segera dilaksanakan. Dia memohon kepada pemerintah HST untuk segera merespons. “Kalau nanti diperbaiki bangunannya harus ditinggikan supaya tidak mudah terendam,” katanya.
Dari data yang dia pegang jumlah kepala keluarga (KK) di Awang Landas sebanyak 87 KK. Mata pencaharian utamanya pencari ikan dan ternak ikan keramba. Status ekonomi warga tergolong menengah ke bawah. Untuk itu kehadiran sekolah ini sangat penting bagi anak-anak di sana.
Plt Kepala Dinas Pendidikan HST, Muhammad Anhar mengatakan pemerintah telah hadir bagi warganya agar mereka mendapat pendidikan yang sama. Buktinya yaitu dengan membangun sekolah bagi masyarakat di Kampung Awang Landas (daerah rawa).
“Untuk mendekatkan layanan pendidikan, walaupun di beberapa tahun ada yang tidak mencukupi standar minimal siswa,” ujarnya. Pemerintah juga memberikan insentif untuk para guru yang mengajar di sekolah itu. “Insentif ini khusus untuk guru yang memilik medan sulit seperti ini. Diberikan melalui tunjangan tambahan penghasilan,” tambahnya.
Lalu apa upaya pemerintah mengentaskan masalah seperti akses dan bangunan sekolah? “Semoga ada pagu anggarannya (untuk perbaikan), dialokasikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perubahan nanti,” bebernya.
Menanggapi video viral siswa pergi sekolah menggunakan baskom belum lama tadi, Anhar menegaskan ini bukan sesuatu yang memprihatinkan. “Ini kearifan lokal masyarakat di sana. Pemerintah terus memberikan perhatian. Kita juga sudah membangun jembatan (titian) untuk menuju sekolah sepanjang 500 meter dari pemukiman. Kurang 200 meter untuk sampai ke sekolah,” ungkapnya.
Anhar mengatakan kemampuan keuangan daerah menjadi kendala untuk melanjutkan pembangunan titian tersebut. “Ketika anggaran mencukupi Dinas Pendidikan akan berupaya menambah titian itu tahun 2022 ini,” pungkasnya. (mal//by/ran)