Sidang lanjutan tindak pidana korupsi Bupati HSU non aktif Abdul Wahid, menghadirkan Sekretaris Daerah HSU, HM Taufik di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, kemarin.
Taufik yang merupakan adik kandung terdakwa itu dicecar Jaksa Penuntut Umum KPK, Fahmi Ari Yoga dan Hakim Ketua Yusriansyah. Dari soal lamanya status Pelaksana Tugas (Plt) Maliki sebagai Kepala Dinas PUPRP Kabupaten HSU, hingga adanya uang pelicin Rp500 juta yang diberikan kepada Wahid.
Sayangnya, jawaban dan keterangan Taufik dinilai berbelit-belit. Hakim Yusriansyah tampak geram. “Banyak tidak-tidaknya, saudara tadi sudah disumpah,” kata Yusrian. Majelis hakim juga dibuat meradang ketika terkuaknya pemotongan tunjangan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dari sejumlah PNS di lingkungan Pemerintahan Kabupaten HSU. Besarannya mencapai 50 persen. Uang tersebut diserahkan ke Taufik.
Terungkapnya pemotongan SPPD ini disampaikan oleh saksi lain, Ahmad Yusri, Mantan Plt Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) HSU. Dia mengaku, sebagian tunjangan SPPD nya diserahkan kepada Sekda Kabupaten HSU sejak Tahun 2019.
Menurut Yusri, uang itu diperuntukkan sebagai sumbangan kepada Abdul Wahid, yang diserahkan setelah selesai perjalanan dinas dan cair uangnya. Kesaksian itu dibantah oleh Taufik yang menegaskan dia tidak pernah memerintahkan hal tersebut. “Apakah Pak Bupati ini orang tidak punya uang, kok dikasih sumbangan?” tanya Yusrian sembari menyesalkan jawab Taufik yang selalu mengaku tak tahu.
Sementara, soal masih banyaknya Plt di Pemkab HSU, Yusri menerangkan pernah mengajukan pengisian jabatan melalui asesmen, namun ditolak. “Karena tidak ada anggaran. Duitnya buat Covid. Saya disuruh menunggu karena pak Sekda harus berkonsultasi dengan bupati. Tapi tidak ada tindak lanjut,” terangnya.
Dia sendiri mengaku tak tahu menahu soal mahar untuk posisi kepala dinas. Yang dari total 45 SKPD, hanya diisi 15 orang Plt termasuk Maliki. “Saya hanya mendengar saja,” ucapnya.
Syaifullah dalam keterangannya membeberkan sejak Tahun 2017 hingga 2021, gaji dan tunjangan resmi yang diterima oleh Wahid yang besarannya kurang lebih total Rp323 juta, belum dicairkan.
Wahid sendiri membantah semua fakta persidangan yang disampaikan para saksi. Khususnya soal adanya sumbangan 50 persen duit perjalanan dinas untuk dirinya. “Tidak ada itu. Saya tidak pernah meminta itu,” tuturnya.
Sementara, Fahmi Ari Yoga usai persidangan mengatakan, keterangan berbelit yang disampaikan Taufik adalah hal biasa dalam persidangan. “Itu hak beliau. Sebenarnya beliau ada hak tolak untuk hadir, karena saudara kandung terdakwa. Kami apresiasi karena sudah mau datang,” ujarnya.
Sidang lanjutan akan digeber pekan depan (25/4). Ada lima saksi yang akan dihadirkan kembali untuk mendengarkan keterangannya. “Bukan dari pejabat seperti hari ini,” tandasnya. (mof/by/ran)