Pandemi covid dan hoaks ikut memperlambat imunisasi anak di Kota Banjarmasin. Terungkap kemarin (30/5) di SDN Gadang 2 di Banjarmasin Tengah. Ketika Ketua TP PKK Banjarmasin, Siti Wasilah meninjau imunisasi pelajar. Acara ini terkait gerakan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN).
Istri wali kota itu menyayangkan, masih banyak orang tua yang melarang anak diimunisasi. Padahal, sama saja dengan membiarkan buah hatinya rentan terhadap TBC, hepatitis, difteri, pertusis, tetanus, campak dan polio.
“Ambil contoh, dahulu penyakit campak menyebabkan kematian. Sekarang sudah tidak ada lagi. Sudah bisa dicegah dengan imunisasi,” kata Wasilah. “Sejak lahir, kita memang mempunyai antibodi. Tapi bukan berarti aman dari virus, kuman dan bakteri,” lanjutnya. Dia menduga, lantaran banyaknya hoaks tentang imunisasi yang berseliweran.
“Imunisasi di kota besar menjadi barometer di Provinsi Kalsel. Kalau capaian imunisasi di sini rendah, saya yang malu,” tegasnya. “Informasi tentang imunisasi sudah beredar luas. Jadi hoaks jangan ditelan begitu saja,” pesannya.
Berharap Waktu Tambahan
Baru 7 persen, bagaimana menggenjotnya? Berat. Koordinator Imunisasi Unicef untuk Zona Kalimantan, NTT, NTB, dan Bali pun mengakuinya.
“Imunisasi ini sebenarnya gratis. Tapi pandemi cukup berimbas,” kata Jana Fitria Kartika Sari. Disebutkannya, target BIAN ada dua. Pertama, imunisasi tambahan campak dan rubella.
“Satu lagi, imunisasi kejar. Melengkapi status Oral Polio Vaccine (OPV). Karena satu anak mesti mendapat empat dosis,” jelas Jana. “Imunisasi kejar hanya untuk anak usia 9-59 bulan. Sedangkan imunisasi campak dan rubella untuk anak usia 6-9 tahun,” timpal Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Banjarmasin, Bandiyah Marifah.
Dia berharap, gerakan BIAN bisa diperpanjang untuk mengejar target tersebut. “BIAN hanya sebulan. Kami berharap bisa diperpanjang,” tutupnya. (war/az/fud)