Jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi sinyal akan menempuh kasasi atas vonis . Awal pekan tadi (15/8) di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, hukuman Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) itu turun setahun dan dibebaskan hakim dari kewajiban mengganti kerugian negara sebesar Rp26 miliar.
“Kami masih menunggu petunjuk pimpinan. Yang jelas banding dulu karena nggak ada uang pengganti,” kata salah seorang jaksa KPK, Fahmi Ariyoga.
Sebelumnya, koordinator jaksa KPK untuk kasus ini, Titto Jaelani juga mengisyaratkan hal serupa. “Tak ada uang pengganti dalam vonisnya menjadi pertimbangan kami untuk kasasi,” ujarnya.
Intinya, Titto mempertanyakan putusan majelis hakim yang diketuai Yusriansyah.
Namun, tuntutan jaksa juga dipertanyakan. Mengapa sejak awal dalam ketiga dakwaan tak dicantumkan pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Bunyinya, mewajibkan pembayaran sebanyak-banyaknya dari harta benda hasil korupsi.
Ketiadaan pasal itu membuat hakim merasa tak perlu menghukum Wahid untuk membayar Rp26 miliar. “Karena dalam perkara-perkara lain, pasal ini juga tak perlu dicantumkan,” dalih Titto.
Hakim hanya memutuskan, politikus 62 tahun itu dipenjara selama 8 tahun dengan denda Rp500 juta subsider 6 bulan. Atau turun dari tuntutan jaksa selama 9 tahun kurungan.
Wahid terbukti bersalah menerima suap Rp29 miliar lebih, sejak menjadi kepala daerah antara 2015 hingga 2021. Mantan Ketua DPD Partai Golkar HSU itu juga bersalah atas tindak pidana pencucian uang sebesar Rp10,5 miliar.
Hakim juga memutus Wahid terbukti tak bersalah dalam dakwaan gratifikasi seperti yang dimaksud pasal 12 huruf b UU Tipikor.
Penasihat hukum Wahid, Fadli Nasution pun bersyukur atas putusan hakim. Menurutnya, ini bukti bahwa tuduhan kepada kliennya tak sempurna.
Dia pun menyebut peluang untuk banding. “Kalau bebas (pada dakwaan kedua), kenapa nggak dibebaskan saja sekalian? Putusan ini gantung saya kira,” ujarnya. (mof/gr/fud)